TIGA KEUNIKAN TRADISI MINUM TUAK
DI BALI
Tuak adalah sejenis minuman beralkohol yang
banyak dikonsumsi oleh kaum laki-laki Bali. Di beberapa desa di Bali, tuak
merupakan minuman tradisional yang digunakan untuk memeriahkan sebuah upacara
adat. Berdasarkan bahannya, tuak di Bali ada tiga jenis, yaitu tuak yang
terbuat dari sadapan bunga pohon ental, tuak dari air kelapa, dan tuak dari
pohon jaka atau enau. Tuak yang baru panen dari pohon rasanya manis, tapi jika
sudah setengah hari, maka rasanya agak pahit. Jika tuak yang sudah dipanen
tersebut tidak laku dijual, biasanya diolah (disuling) menjadi arak. Arak
mengandung kadar alkohol yang lebih tinggi (sekitar 20%) daripada tuak. Ada
beberapa desa yang dikenal sebagai penghasil tuak, misalnya desa Bebandem,
Tenganan Gunung, Pipid, Gunaksa, Tianyar, Kubu, Pemuteran, dan desa lainnya.
Jika anda jalan-jalan ke Bali, anda bisa mengunjungi desa tersebut untuk
mencicipi rasa tuak. Namun sebelum anda ingin berwisata ke desa-desa tersebut,
ketahuilah tiga keunikan tradisi ”metuakan” (minum-minum) di Bali, yaitu:
1. Satu Gelas untuk Semua
Biasanya ketika Anda minum-minum di bar atau di tempat pesta
lainnya bersama teman-teman anda, masing-masing orang tentunya membawa gelas
dan botol bir/wisky sendiri-sendiri. Tapi, masyarakat desa di Bali yang gemar
minum tuak hanya menggunakan sebuah gelas untuk semua orang secara bergiliran.
Mereka biasanya duduk melingkar di tanah atau di sebuah bale besar. Menggunakan
satu gelas dalam acara pesta minum tuak mencerminkan rasa persaudaraan dalam
masyarakat Bali.
2. Genjek
Genjek merupakan seni suara khas Bali,
berasal dari kabupaten Karangasem. Seni Genjek mirip dengan seni suara akapela.
Dalam pertunjukannya, genjek di awali dengan sebuah gending / lagu Bali, yang
diiringi oleh musik yang diucapkan oleh mulut. Seni genjek biasanya dilakukan
dalam pesta minum tuak. Seorang peminum tuak bertugas menyanyikan sebuah lagu
Bali, seorang yang lain bertugas mengatur tempo nyanyian dengan menirukan suara
kentong (gong kecil), istilahnya “pung”. Ketika lirik lagu akan berakhir, maka semua
peminum memainkan musik secara akapela sambil menari. Jika para peminum banyak
yang sudah “punyah” (mabuk), maka pertunjukkan genjek akan semakin seru dan
lucu.
3. Istilah Unik Bali
Berapa gelas alkohol yang biasa anda minum
dalam sebuah pesta minuman? Setelah berapa gelas anda mulai merasa mabuk? Nah
di Bali, ada istilah khusus untuk menunjukkan jumlah minuman yang diminum dan
dampak yang biasanya dialami oleh para peminum, yaitu :
Eka Padmasari artinya satu gelas (bumbung)
tuak pertama yang memberikan rasa yang menyegarkan.
Dwi Angemertani, artinya peminum yang telah
meminum dua gelas tuak yang membangkitkan rasa semangat.
Tri Raja Busana, artinya peminum yang sudah
menenggak tiga gelas tuak, wajah sudah mulai memerah.
Catur Kokila Basa, artinya gelas keempat
yang mulai membuat peminum suka berkicau (ngoceh) seperti burung kutilang.
Panca Wanara Konyer berarti peminum telah
menghabiskan 5 gelas tuak, dimana efeknya telah membuat peminum pusing atau
berjoged.
Sad Wanara Rukam artinya gelas keenam yang
membuat peminum duduk dengan kepala pusing yang berat.
Sapta Ketoya Baya, adalah gelas ketujuh
yang diminum peminum. Bagi yang tidak kuat minum, tahap ini emosi sering muncul
diantara para peminum.
Asta Kebo Dangkal yaitu gelas kedelapan
yang biasanya membuat peminum menjadi mabuk berat.
Para peminum di Bali biasanya dalam pesta
metuakan, bisa meminum lebih dari 20 gelas tuak. Satu lagi istilah unik dalam
metuakan, yaitu SEMINAR artinya SEKAA MINUM ARAK (kelompok peminum arak/tuak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar