Purnama Tilem
Dalam
setahun ada 12 kali bulan Purnama dan 12 kali Bulan baru. Sebanyak itu pula,
umat Hindu Bali akan melaksanakan persembahyangan kepada Hyang Widhi. Jelas
bagi orang awam seperti saya, saya akan langsung berpikir bahwa Purnama dan
Tilem adalah hari suci untuk memuja Hyang Widhi. Namun ada sesuatu yang
menggelitik di hati saya ketika nalar saya bertanya apa bedanya Purnama Tilem
dengan hari-hari suci lainnya. Semua hari raya suci Hindu Bali pasti tujuannya
untuk memuja Hyang Widhi, namun apa makna esensialnya sehingga umat
bersembahyang pada Purnama dan Tilem?
Lama
saya menemukan jawabannya. Sampai
kemudian ketika saya mulai secara rutin melaksanakan persiapan nanding banten
alit Purnama Tilem untuk Pura Sangga Bhuwana di Jerman. Dari sana saya belajar menelaahnya
perlahan-lahan.
Di
saat Purnama dan Tilem, kita mempersembahkan sajen utama berupa Canang Sari,
Pesucian dan Daksina di Pelinggih Utama, sedangkan Pemangkunya menghaturkan
Peras Pejati. Karena penasaran saya krapat-kripit mencari informasi mengenai
makna filosofis dari banten yang menyertainya.
Ternyata
Canang Sari adalah simbul dari ketiga lapis badan manusia yang disebut Tri
Sarira, yakni badan kasar, badan halus dan Atman (Jiwa Suci). Ceper yakni alas
canang tersebut yang berisi plawa, porosan, pisang mas, kekiping, beras kuning,
geti-geti, burat wangi, lenga wangi menyimbulkan elemen-elemen badan kasar kita
yang berasal dari Panca Maha Butha, yang beragam dan berwujud, raka-raka ini
menyimbulkan pula kekayaan bumi dan alam semesta. Selanjutnya Duras Bundar
adalah simbul badan halus kita, kesadaran bawah sadar, mental dan pikiran, yang
halus dan fragil seperti reringgitan pada Duras Bundar tersebut. Sedangkan
bunga-bunga harum yang disusun di atas Duras menyimbulkan keindahan dan
keharuman Jiwa Atman. Ketiga lapis badan manusia inilah yang disebut Bhuwana
Alit.
Sedangkan
Daksina adalah simbul alam semesta atau Bhuwana Agung serta tempat melinggihnya
dan juga simbul kebesaran Hyang Widhi.
Pada
rerahinan atau hari suci Purnama yang dianggap istimewa oleh umat dibuatkan
banten tertentu. Misalnya Purnama yang bertepatan dengan “Gerhana Bulan” maka
dibuatkan banten sesayut dirgayusa bumi, dan sesayut durmengala. Sesayut ini
dihaturkan kehadapan-Nya dan dipuja oleh Sulinggih. Ketika Purnama Sada dibuatkan
“banten sesayut Purnama Sada”.
Nalar
saya mulai bekerja, menelaah dan menghayati masukan yang sangat berarti ini.
Dari haturan Canang Sari dan Daksina ini telah didapatkan dua hal yang jelas
yakni simbul yang mempresentasikan Bhuwana Alit dan Bhuwana Agung. Berarti
Purnama dan Tilem sudah pasti ada hubungan dengan manusia dan alam semesta atau
hubungan antara Bhuwana Alit dan Bhuwana Agung. Sungguh dalam makna yang dikandungnya.
Ternyata
setelah ditelisik lebih lanjut, hakekat persembahyangan Purnama dan Tilem
adalah hari penyucian jiwa, raga dan juga alam semesta. Penyuciannya
disimbulkan dengan Banten Pesucian yang menyertainya. Pesucian adalah sarana
yang digunakan sebagai simbul pembersihan untuk menyucikan badan, pikiran dan
Jiwa manusia.
Bhuwana
Agung disucikan dengan melaksanakan persembahyangan di Pura-Pura, Pelinggih,
Pelangkiran dengan memanjatkan doa-doa keselamatan dan kerahayuan alam semesta
yang disertai dengan sarana upakara yang sesuai, sedangkan Bhuwana Alit
disucikan dengan jalan penyucian diri baik itu melalui jalan bakti kepada
Tuhan, jalan perbuatan baik, memperdalam penghayatan ajaran Dharma, maupun
melalui tapa, brata, yoga dan semedi, dimana umat dengan khusyuk memuja Tuhan
untuk memperoleh pencerahan Jiwa demi tercapainya kebahagiaan lahir dan batin.
Purnama
Tilem Simbul Nyata dari Hukum Rwa Bhinneda.
Purnama
dan Tilem datang silih berganti, seiring putaran waktu. Purnama Tilem
mengingatkan manusia akan adanya Rwa Binneda - dua sisi yang saling
bertentangan dalam kehidupan ini. Kekuatan yang positif dan negatif, yang
selalu hidup berdampingan dalam keseimbangan yang dinamis. Kedua kekuatan yang
tidak dapat dielakkan yang terus mengikuti kemanapun manusia pergi dan apapun
yang diperbuatnya.
Datangnya
siklus Purnama dan Tilem dirayakan oleh umat Hindu Dharma dengan melaksanakan
ritual persembahyangan yang diawali dengan proses mempersiapkan sarana ritual
persembahyangan dan penyucian, mencari Kebenaran melalui ilmu pengetahuan
Dharma dan melaksanakan perenungan Jiwa melalui tapa, brata dan semedi sebagai
perwujudan jalan Bakti, Karma, Jnana dan Raja Marga.
Purnama
Tilem mengingatkan manusia apakah ia sudah mampu melepaskan keterikatan akan
hukum Rwa Bhineda ini atau sebaliknya apakah ia justru terjerat oleh lilitan
Hukum ini?
Disinilah
makna filosofis ritual persembahyangan Purnama dan Tilem yang dilaksanakan oleh
umat Hindu Dharma. Melalui fenomena ini Alam Semesta melalui pergantian Purnama
dan Tilem mengajarkan manusia tentang kekuatan terang dan gelap yang akan
selalu berputar dan tidak kekal. Layaknya dalam kehidupan pastilah ada suka dan
duka sama seperti guliran terang dan gelap.
Purnama
dan Tilem mengingatkan manusia untuk tidak boleh terlarut dalam kesenangan dan
kedukaan yang datang sehingga kita menjadi terlena dan terlarut dalam salah
satu dari fenomena ini. Manusia harus bisa terbebas dari Hukum Rwa Binneda
melalui pendalaman maknanya yang diwujudkan dengan sikap perbuatan sehingga
Jiwa kita tetap tenang dan tabah dalam menghadapi sesuatu yang bersifat suka
dan duka. Mereka yang telah mampu melewati tantangan siklus suka dan duka
disebut Jiwan Mukti atau Moksa selagi masih hidup.
Pada
hari Purnama umat Hindu memuja Sang Hyang Chandra. Dan pada hari raya Tilem
Umat Hindu memuja Sang Hyang Surya. Kombinasi Purnama Tilem ini merupakan
penyucian terhadap Sang Hyang Rwa Bhinneda yaitu Sang Hyang Surya dan Chandra.
Pada waktu gerhana bulan beliau dipuja dengan Candrastawa (Somastawa) dan pada
waktu gerhana matahari beliau dipuja dengan Suryacakra Bhuwanasthawa.
Pada
hari suci Purnama Tilem ini biasanya umat Hindu menghaturkan Daksina dan Canang
Sari pada setiap Pelinggih Utama dan Pelangkiran yang ada di setiap rumah.
Untuk Purnama atau Tilem yang mempunyai makna khusus biasanya ditambahkan
dengan Banten Sesayut.
Berikut
hari Purnama Tilem yg mempunyai makna khusus bagi Umat Hindu :
Sasih
Kapat
Purnama
Kapat beryoga Bhatara Parameswara sebagai Sang Hyang Purusangkara diiringi para
Dewa,Widyadara-Widyadari dan para Rsi Gana. Dan pada Tilem Kapat dilakukan
penyucian batin persembahan kepada Widyadara-Widyadari.
Sasih
Kepitu
Pada
purwaning Tilem Sasih Kepitu Umat Hindu merayakan hari raya Suci Siwa Ratri.
Pada malam ini Sang Hyang Siwa beryoga, malam ini juga biasa disebut malam
peleburan dosa.
Sasih
Kesanga
Tilem
Sasih Kesanga adalah penyucian para Dewata, dalam hal ini pelaksanaan ajaran
Bhuta Yadnya yg disimbulkan Tawur Agung Kesanga.
Sasih
Kedasa
Purnama
Sasih Kedasa dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Sunya Amerta pada Sad
Kahyangan Wisesa. Piodalan Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih dilakasanakan
setiap Purnama sasih Kedasa.
Sasih
Sadha
Pada
Purnama Sadha Umat Hindu memuja Bhatara Kawitan di Sanggah Kemulan.
Demikian
beberapa hari suci Purnama Tilem umat Hindu. Pelaksanaan Yadnya yang dilakukan
Umat Hindu sebenarnya adalah untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin
sehingga kita memperoleh pencerahan. Moksartham Jagadhita Ya Caiti Dharma !!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar