• BALIKU

    BALIKU

    Pulau Bali atau yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini sungguh luar biasa pesona keindahannya juga kekayaan budayanya yang masih sangat kental yang melekat pada penduduknya. Tidak heran kalau Pulau Bali sangat terkenal di dunia

    Read More
  • SENI & BUDAYA BALI

    SENI DAN BUDAYA

    Kesenian pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak amat digemari oleh warga masyarakatnya, sehingga tampak seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakat Bali

    Read More
  • CERITA RAKYAT BALI

    CERITA RAKYAT BALI

    Kumpulan kisah dan legenda masyarakat Bali

    Read More
  • KULINER KHAS BALI

    KULINER KHAS BALI

    Cita rasa dan penampilan masakan Bali sering disebut seeksotis pemandangan pulau dewata itu. Jadi, tak heran jika sejumlah masakan khas Bali pun ikut menjadi ikon pariwisata

    Read More
  • KEUNIKAN BALI

    KEUNIKAN BALI

    Bali memiliki sejuta keunikan, baik bentangan alam maupun budayanya. Salah satu keunikan yang paling kuat adalah corak budayanya yang melekat pada seluruh aspek kehidupan msyarakat Bali

    Read More

Sabtu, 12 Mei 2012

Desa Trunyan


Desa Trunyan



 Desa Trunyan merupakan desa kecil yang berada di sisi timur Danau Batur. Untuk mencapai Desa Trunyan, kita akan terlebih dahulu melewati obyek wisata Penelokan. Dari Ibu Kota Propinsi Bali akan menempuh jarak kurang lebih 65 km / dan dari Ibu Kota Bangli akan menempuh jarak 23 km. Dari Penelokan, kita dapat memandang indahnya Danau Batur. Terkadang terlihat perahu boat saat melayani wisatawan dalam setiap penyebrangan dari Desa Kedisan ke Desa Trunyan. Sisa-sisa lahar yang membeku dan berwarna hitam yang tersebar merata hampir di seluruh kawasan menjadi suatu daya tarik bagi setiap pengunjung. Sedangkan rute obyek yang dilalui, menghubungkan wisata Kawasan Batur dengan wisata Tampaksiring dan Pura Besakih.
Desa Trunyan merupakan salah satu desa tertua di Bali yang sering disebut desa bali aga / bali asli yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Yang merupakan satu - satunya desa peninggalan Kerajaan Majapahit. Dari ketradisionalnya itu Desa Trunyan sangat kental dengan budaya.   Hal itu terlihat dari tradisi penguburan mayat yang tergolong unik. Jika dilihat dari letak geografis Desa Trunyan sebelah utara berbatasan dengan Songan, Timur adalah kabupaten Karangasem, selatan adalah desa Abang, dan barat adalah Danau Batur.
Asal mula Desa Trunyan / sejarah Desa Trunyan  dibagi menjadi dua versi. Versi yang pertama menyebutkan bahwa Desa Trunyan berasal dari kata taru dan menyan . Dimana kata taru artinya kayu dan menyan artinya harum. Kemudian versi yang kedua, kata Trunyan berasal dari dua kata yaitu kata download  dan hyang. Turun artinya turunan / anugrah sedangkan hyang artinya Ida Bhatara.
Turun hyang maksudnya adalah Desa Trunyan yang awalnya berasal dari adanya sesuhunan dari Kerajaan Majapahit, dimana sebelum   adanya Desa Trunyan dan masyarakatnya, Desa Trunyan adalah merupakan sebuah Hutan belantara. Pada zaman dahulu, dari Kerajaan majapahit tercium bau harum. Sehingga Raja Majapahit mengutus 5 (lima) abdi untuk menemukan sumber bau harum. Namun hanya satu orang yang sampai di Desa Trunyan (yang pada saat itu masih berupa hutan belantara) dan menemukan sumber harum tersebut. Ternyata yang sampai pertama kali adalah yang menjadi sesembahan Desa Trunyan yang tidak lain adalah Ratu Gede Pancering Jagat yang dalam bahasa masyarakat Desa Trunyan di sebut " Da Tonta ".   Sumber bau harus tersebut berasal dari gundukan tanah yang menyerupai jamur, sehingga oleh Ratu Gede Pancering Jagat gundukan tersebut ditutup dengan " saeb ".   Namun pada akhirnya gundukan itu tumbuh mencapai ketinggian kurang lebih 7 meter. Ini merupakan sumber bau harum yang tercium dari Kerajaan Majapahit yang disebut dengan  Ratu Ayu pingit Dalem Dasar. Pada akhirnya utusan dari kerajaan majapahit ini mempersunting Ratu Ayu pingit Dalem Dasar sehingga dibuatkanlah pelinggih tumpang tujuh tempat Ratu Gede Pancering Jagat dan Pelinggih bertumpang tiga tempat  Ratu Ayu pingit Dalem Dasar berstana. Untuk mempringati pernikahan tersebut maka dipentaskanlah sebuah tarian yang bernama " Barong Brutuk "yang oleh masyarakat Trunyan menjadi tradisi turun temurun sampai sekarang.

Barong Brutuk  tersebut ditarikan oleh para pria dewasa yang belum menikah. Setiap keluarga wajib menurut sertakan anak laki - laki yang telah dewasa namun belum menikah untuk menarikan Tarian Barong Brutuk tersebut. Dimana tarian ini dipentaskan setiap ada odalan di Pura Pancering Jagat tersebut yang jatuh pada purnama Kapat . Sebelum mementaskan tarian tersebut, terlebih dahulu penarinya melakukan upawasa selama tiga hari sebelum pementasan tersebut dilaksanakan. Oleh masyarakat setempat disebut " mapingit ".
Makna dari kata "Da Tonta" itu sendiri adalah " Da Tontona ". Da artinya tidak / jangan, sedangkan Tontona artinya lihat. Sehingga jika dirangkai artinya adalah "tidak terlihat". Itulah yang menyebabkan da tonta tersebut tidak bisa dilihat. Masyaraktnya bisa melihat di hari - hari tertentu saja. Yaitu pada purnama Kapat berbarengan dengan dipentaskannya Tarian Barong Brutuk. Seperti yang kita ketahui patung da tonta tersebut berada di dalam pelinggih tumpang tujuh yang merupakan stana Ratu Gede Pancering Jagat. Dan yang bisa memasuki pelinggih tersebut hanya laki - laki saja. Itulah sejarah desa Trunyan.
Jika dilihat dari sisi budaya masyarakat desa Trunyan masih sangat tradisional terutama dari sisi upacara penguburan. Karena belum banyak terpengaruh dari dunia luar. Menyinggung masalah penguburan, masyarakat desa Trunyan memiliki tradisi yang sangat unik dalam hal penguburan jenazah. Desa Trunyan itu sendiri memiliki 4 jenis kuburan yaitu:
1.      Untuk yang meninggal adalah Bayi, maka mayatnya dikubur, lokasinya disebut Sema Muda, kira-kira 200 meter-an ke sebelah kanan dari sema wayah

2.      Untuk yang meninggal adalah orang yang kecelakaan, dibunuh atau bukan karena mati normal. Maka mereka anggap itu memiliki kesalahan besar. Lokasi disebut sema bantas, tempatnya adalah di perbatasan antara desa Trunyan dan Desa abang. Letaknya Jauh dari desa Trunyan.

3.      Untuk yang mati normal, Mayat mereka diberi kain putih dan hanya diletakan dibawah Taru menyan [Pohon wangi]. Maksudnya mati normal adalah tidak punya salah / kesalahan sesuatu, diluar kreteria di atas dan lokasi kuburan ini disebut sema wayah. Mayat itu diletakan di atas tanah dengan lubang yang sangat dangkal sekitar 10 - 20 cm. Tujuannya supaya tidak bergeser-geser karena bidang tanah ditempat itu tidaklah dapat disebut datar. Jumlah maksimum mayat yang diperkenankan ada di bawah pohon taru menyan adalah 11 mayat. Alasannya adalah mayat yang ke 12 dan seterusnya, akan berbau. Baunya tempo-tempo ada ... tempo-tempo tidak. Bisa jadi itu disebabkan keterbatasan bau yang dapat diserap oleh taru menyan tersebut, yaitu kurang lebih sekitar 11 x 60 kg (asumsi berat rata-rata mayat) = 660 kg. Sehingga untuk menyerap mayat berikutnya menjadi tidak maksimal. Meskipun mayat itu mati normal sekalipun, namun jika tidak sepenuhnya bersih dalam artian bersih dari kesalahan, maka bau mayat akan tetap ada walaupun tempo-tempo ada dan tempo-tempo tidak. Bukan cuma itu, mayat yang 'ada kesalahan' itu, lebih cepat busuk dari mayat yang lain (rata-rata pembusukan normal adalah 2 bulanan). Penjelasan mengapa mayat yang menggeletak begitu saja di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru menyan tersebut, yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang menyan berarti harum. Pohon Taru menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini.

4.      Kuburan ari-ari, tempat yang khusus untuk menaruh ari-ari. Lokasinya berada diujung timur desa Trunyan. Kuburan ini memiliki keunikan tersendiri. Ari - ari tersebut diletakkan didalam tempurung kelapa dan diikat dengan daun lontar kemudian digantung diatas pohon.   Tujuannya tidak lain adalah agar ari - ari tersebut tidak dimakan binatang. Makna dari tempurung kelapa dan daun lontar tersebut adalah simbol ketradisionalan masyarakat desa Trunyan. Namun seiring perkembangan zaman agaknya hal tersebut juga mengalami perubahan, masyarakat tidak lagi menggunakan serabut kelapa untuk membungkus ari - ari melainkan dengan keresek.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar