• BALIKU

    BALIKU

    Pulau Bali atau yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini sungguh luar biasa pesona keindahannya juga kekayaan budayanya yang masih sangat kental yang melekat pada penduduknya. Tidak heran kalau Pulau Bali sangat terkenal di dunia

    Read More
  • SENI & BUDAYA BALI

    SENI DAN BUDAYA

    Kesenian pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak amat digemari oleh warga masyarakatnya, sehingga tampak seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakat Bali

    Read More
  • CERITA RAKYAT BALI

    CERITA RAKYAT BALI

    Kumpulan kisah dan legenda masyarakat Bali

    Read More
  • KULINER KHAS BALI

    KULINER KHAS BALI

    Cita rasa dan penampilan masakan Bali sering disebut seeksotis pemandangan pulau dewata itu. Jadi, tak heran jika sejumlah masakan khas Bali pun ikut menjadi ikon pariwisata

    Read More
  • KEUNIKAN BALI

    KEUNIKAN BALI

    Bali memiliki sejuta keunikan, baik bentangan alam maupun budayanya. Salah satu keunikan yang paling kuat adalah corak budayanya yang melekat pada seluruh aspek kehidupan msyarakat Bali

    Read More

Jumat, 11 Mei 2012

Desa Tenganan & Tradisi Perang Pandan


Desa Tenganan dan Tradisi Perang Pandan



Desa Tenganan adalah desa yang sangat tradisional, karena dapat bertahan dari arus perubahan jaman yang sangat cepat dari pengaruh teknologi, seperti kita ketahui tempat – tempat wisata di bali berkembang pesat seperti Pantai Kuta, Pantai Sanur, yang sangat meriah dengan kehadiran Hotel, Pantai, CafĂ©, dan kehidupan malamnya. desa ini juga sering disebut dengan desa Bali Age. desa Tenganan tidak terpengaruh oleh arus teknologi karena peraturan desa adat /awig-awig mempunyai peranan yang sangat penting terhadap masyarakat Desa Tenganan. Desa Tenganan terletak di Kabupaten Karangasem. Luas area desa sekitar 1.500 hektar.

Di desa ini keturunan juga dipertahankan, dengan sebagian besar warganya menikah antar sesama warga desa saja. Oleh karena itu Desa Tenganan tetap tradisional dan eksotik. Tenganan banyak yang menjual hasil kerajinan tangannya ke turis. Seperti Anyaman bambu, ukir-ukiran, lukisan mini yang diukir diatas daun lontar yang sudah dibakar, dan ada 1 kerajinan tangan yang paling terkenal yaitu kain geringsing. Kain ini sangatlah unik karena warna – warna yang terdapat dikain gringsing ini berasal dari tumbuh-tumbuhan dan memerlukan perlakuan khusus. Pengerjaannya juga memerlukan waktu yang cukup lama.
Para penduduk desa sangat ramah dan bersahabat. Kita dapat berkeliling areal desa dan menyaksikan aktivitas mereka sehari hari. Saat yang paling tepat pada saat sore hari, karena pada sore hari biasanya penduduk desa Tenganan berkumpul di depan rumahnya masing-masing, pada saat ini kita dapat menyaksikan dan melihat tingkah laku dan adat budaya tradisional mereka yang amat kental. Maka tak heran,saat berada di desa ini kita merasakan suasana yang aman dan damai, dengan suasana yang begitu eksotik. Namun tak cukup sampai di sana, ada 1 budaya yang unik di desa Tenganan. yaitu Perang Pandan.

Upacara Perang Pandan adalah upacara yang dilakukan untuk menghormati Dewa Indra (dewa perang) dan para leluhur. Perang Pandan disebut juga mekare-kare. Kegiatan upacara ritual ini diadakan tiap tahun bulan juni di Desa Tenganan, yang terletak di 70 km timur Denpasar Bali sekitar 70 menit menggunakan kendaraan bermotor, desa ini masuk salah satu desa tua di Bali, desa ini disebut Bali Aga. Lokasi desa ini dikelilingi bukit, sementara bentuk desa sendiri seperti layak nya sebuah benteng yang hanya memiliki empat pintu masuk dengan sistim pengasuhan, sehingga lebih memudahkan untuk tahu siapa saja yang datang dan pergi dari desa tersebut.

Kepercayaan yang dianut warga desa Tenganan berbeda dengan warga Bali pada umumnya. Warga desa Tenganan memiliki aturan tertulis atau awig-awig yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka, juga tidak mengenal kasta dan diyakini Dewa Indra adalah dewa dari segala dewa. Dewa Indra adalah dewa perang. Menurut sejarahnya Tenganan adalah hadiah dari Dewa Indra pada wong peneges, leluhur desa Tenganan. Sementara Umat Hindu Bali pada umumnya menjadikan Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa sebagai dewa tertinggi.

Konon menurut cerita, pada zaman dahulu kawasan Tenganan dan sekitarnya diperintah oleh seorang raja bernama Maya Denawa yang lalim dan kejam, ia bahkan menjadikan dirinya sebagai Tuhan dan melarang orang Bali melakukan ritual keagamaan, mendengar itu para dewa di surga pun murka, lalu para dewa mengutus Dewa Indra untuk menyadarkan atau menghancurkan Maya Denawa, dengan cara mengangkat Dewa Indra sebagai panglima perang atau pemimpin pertempuran. Melalui pertempuran sengit dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit, akhir nya Maya Denawa bisa kalahkan.

Upacara Perang Pandan / Mekare kare ini diadakan 2 hari dan diselenggarakan 1 sekali dalam setahun pada sasih kalima (bulan kelima pada kalender Bali) dan merupakan bagian dari upacara Sasih sembah yaitu upacara keagamaan terbesar di Desa Tenganan.Tempat pelaksanaan upacara Mekare-kare ini adalah didepan balai pertemuan yang ada di halaman desa. Waktu pelaksanaan biasanya dimulai jam 2 sore dimana semua warga menggunakan pakaian adat Tenganan (kain tenun Pegringsingan), untuk para pria hanya menggunakan sarung (kamen), selendang (Saput), dan ikat kepala (udeng) tanpa baju, bertelanjang dada.
Perlengkapan Perang ini adalah pandan berduri diikat menjadi satu berbentuk sebuah gada, sementara untuk perisai yang terbuat dari rotan. Setiap pria (mulai naik remaja) didesa ini wajib ikut dalam pelaksanaan Perang Pandan, panggung berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi itu. Dengan tinggi sekitar 1 meter, tanpa tali pengaman mengelilingi.


Sebelum Perang Pandan dimulai, diawali dengan ritual upacara mengelilingi desa untuk memohon keselamatan, lalu diadakan ritual minum tuak, tuak dalam di bambu dituangkan ke daun pisang yang berfungsi seperti gelas. Peserta perang saling menuangkan tuak itu ke daun pisang peserta lain. Kemudian tuak tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dibuang kesamping panggung.
Saat upacara Perang Pandan akan dimulai, Mangku Widia pemimpin adat di Desa Tenganan memberi aba-aba dengan suaranya, lalu dua pemuda bersiap-siap. Mereka berhadap-hadapan dengan seikat daun pandan di tangan kanan dan perisai terbuat dari anyaman rotan di tangan kiri. Penengah layaknya wasit berdiri di antara dua pemuda ini.
Setelah penengah mengangkat tangan tinggi-tinggi, dua pemuda itu saling menyerang. Mereka memukul punggung lawan dengan cara merangkulnya terlebih dulu. Mereka berpelukan. Saling memukul punggung lawan dengan daun pandan itu lalu menggeretnya. Karena itu ritual ini disebut pula megeret pandan. Peserta perang yang lain bersorak memberi semangat. Gamelan ditabuh dengan tempo cepat. Dua pemuda itu saling berangkulan dan memukul sampai jatuh. Penengah memisahkan keduanya dibantu pemedek yang lain.

Pertandingan ini tidak bertahan lama. Kurang dari satu menit bahkan. Selesai satu pertandingan langsung dilanjutkan pertandingan yang lain, Ini dilakukan bergilir (lebih kurang selama 3 jam).
Seusai upacara tersebut semua luka gores diobati dengan ramuan tradisional berbahan kunyit yang konon sangat ampuh untuk menyembuhkan luka. Tidak ada sorot mata sedih bahkan tangisan pada saat itu karena mereka semua melakukannya dengan iklas dan gembira. Tradisi ini adalah bagian dari ritual pemujaan masyarakat Tenganan kepada Dewa Indra, dewa perang yang dihormati dengan darah lewat upacara perang pandan, dilakukan tanpa rasa dendam, atau bahkan dengan senyum ceria, meski harus saling melukai dengan duri pandan.

Setelah Perang Pandan selesai kemudian ditutup dengan bersembahyangan di Pura setempat dilengkapi dengan mempersembahkan / menghaturkan tari Rejang. Adat istiadat harus kita junjung tinggi karena merupakan citra diri juga melambangkan harga diri akan suatu negeri. Adat istiadat jangan sampai hilang agar orang tahu dari mana kita berasal. Bali pulau dewata menampilkan berbagai macam keindahan.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar