Makna Hari Tumpek Wayang Dalam Kehidupan
Ada sebuah fenomena menarik di Bali berkenaan
tentang kelahiran anak pada hari yang dianggap keramat yaitu pada waktu wuku
Wayang. Fenomena tersebut diyakini oleh orang Bali bahwa yang dilahirkan pada
hari tersebut patutlah diupacarai lukatan (Ruwatan) besar yang disebut Sapuh
Leger. Untuk anak yang diupacarai lahir bertepatan dengan waktu itu dimaksudkan
agar ia terhindar dari gangguan (buruan) Dewa Kala. Menurut lontar Sapuh Leger
dan Dewa Kala, Batara Siwa memberi izin kepada Dewa Kala untuk memangsa anak /
orang yang lahir pada wuku Wayang (cf. Gedong Kirtya, Va. 645). Atas dasar isi
lontar tersebut, apabila diantara anaknya ada yang dilahirkan pada wuku Wayang,
demi keselamatan anaknya itu, semeton Bali berusaha mengupacarainya dengan
didahului mementaskan Wayang Sapuh Leger berikut aparatusnya dipersiapkan jauh
lebih banyak (berat) dari perlengkapan sesajen jenis wayang lainnya.
Tumpek Wayang adalah manifestasi Sanghyang
Iswara yang berfungsi untuk menerangi kegelapan, memberikan pencerahan ke
kehidupan di dunia serta mampu membangkitkan daya seni dan keindahan.
Tiap anak yang lahir pada Tumpek Wayang,
terutama pada Saniscara Kliwon Tumpek Wayang akan diadakan pergelaran Wayang
Sapuh Leger. Peringkat hari-hari tersebut secara spasial sangat sakral karena
merupakan rentetan terakhir dari tumpek yang menurut anggapan orang Bali adalah
angker dan berbahaya, karena hari itu dikuasai oleh butha dan kala. Secara
mitologis wuku Wayang dianggap sebagai salah satu wuku yang tercemar / kotor,
karena pada waktu inilah lahirnya seorang raksasa bernama Dewa Kala sebagai
akibat pertemuan (sex relation) yang tidak wajar antara Batara Siwa dan
istrinya, Dewi Uma. Mereka melakukan tidak pada tempatnya yang disebut kama
salah. Dari karakteristik hari-hari tersebut, masyarakat Bali percaya bahwa
setiap anak yang lahir pada wuku Wayang harus mendapatkan penyucian yang khusus
dengan upacara sapuh leger serta menggelar film. Pertunjukan wayang kulit yang
ada sampai saat ini kenyataannya tidak dapat dilepaskan dengan upacara ritual
dengan cerita mitologi. Hal ini dikisahkan karena isinya dianggap bertuah dan
berguna untuk kehidupan lahir dan batin yang terpercaya dan dijunjung tinggi
oleh pendukungnya.
Tumpek (seperti membaca: sumpek) terdiri dari
dua suku kata "tum" yang artinya kesucian dan "paket" yang
artinya putus atau terakhir. Jadi "tumpek" adalah hari suci yang
jatuh pada penghujung akhir Saptawara dan pancawara seperti Saniscara Kliwon
Wayang disebutlah Tumpek wayang.
Tumpek Wayang juga bermakna'' hari kesenian''
karena hari itu secara ritual diupacarai (kelahiran) berbagai jenis kesenian
seperti wayang, barong, Rangda, topeng, dan segala jenis gamelan. Aktivitas
ritual tersebut sebagai bentuk rasa syukur terhadap Sang Hyang Taksu sering
disimboliskan dengan upacara kesenian wayang kulit, karena ia mengandung
berbagai unsur seni atau teater total. Dalam kesenian ini, semua eksistensi dan
esensi kesenian sudah tercakup.
Tumpek film merupakan cerminan dimana dunia
yang diliputi dengan kegelapan, kebodohan, keangkuhan, dan keangkaramurkaan.
Oleh sebab itu Dewa Siwa pun mengutus Sanghyang Samirana turun ke dunia untuk
memberikan kekuatan kepada manusia yang nantinya sebagai mediator di dalam
menjalankan aktifitasnya. Orang yang menjadi mediator inilah disebut seorang
Dalang atau Samirana. Sanghyang Iswara juga memberikan kekuatan seorang Dalang
sehingga mampu membangkitkan cita rasa seni dan daya tarik yang mampu
memberikan sugesti kepada orang lain yaitu para penontonnya.
Kekuatan inilah yang disebut dengan taksu
maupun raganya, karena didalam pementasan wayang kulit, seorang Dalang mampu
menyampaikan cerita yang penuh dengan filsafat humor, kritik, saran, serta
realita kehidupan sehari-hari sehingga para penonton membius alam pikirannya
dan muncullah kekuatan sugesti dari diri masing- masing. Oleh karena itu
kehidupan umat manusia di dunia sesungguhnya tidak hanya memelihara fisik
semata namun perlu keseimbangan antara fisik dan mental spiritual yang mana
banyak tercermin di dalam pelaksanaan atau perayaan Tumpek Wayang bagi umat
Hindu yang dirayakan setiap enam bulan (dua ratus sepuluh hari).
Makna dari Tumpek Wayang, sebagaimana kita
ketahui kehidupan di dunia selalu diliputi oleh dua kekuatan yang disebut ruwa
Bineda, yang sudah barang tentu ada pada sisi kehidupan manusia. Dengan
bercermin dari tatwa, filsafat agama mampu membawa kehidupan manusia menjadi
lebih bermartabat. Karena dari ajaran atau filsafat agama mampu akan memberikan
pencerahan kepada pikiran yang nantinya mampu pula menciptakan moralitas
seseorang menjadi lebih baik dari segi aktifitas agama se hari hari kita
mendapatkan air cuci ke hidupan melalui tirta pengelukatan yang berfungsi untuk
meruak atau melebur dosa di dalam tubuh manusia,
maka dari itu seorang Dalanglah yang mendapat
penghargaan untuk melukat diri manusia baik alam pikirannya maupun raganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar