• BALIKU

    BALIKU

    Pulau Bali atau yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini sungguh luar biasa pesona keindahannya juga kekayaan budayanya yang masih sangat kental yang melekat pada penduduknya. Tidak heran kalau Pulau Bali sangat terkenal di dunia

    Read More
  • SENI & BUDAYA BALI

    SENI DAN BUDAYA

    Kesenian pada masyarakat Bali merupakan satu kompleks unsur yang tampak amat digemari oleh warga masyarakatnya, sehingga tampak seolah-olah mendominasi seluruh kehidupan masyarakat Bali

    Read More
  • CERITA RAKYAT BALI

    CERITA RAKYAT BALI

    Kumpulan kisah dan legenda masyarakat Bali

    Read More
  • KULINER KHAS BALI

    KULINER KHAS BALI

    Cita rasa dan penampilan masakan Bali sering disebut seeksotis pemandangan pulau dewata itu. Jadi, tak heran jika sejumlah masakan khas Bali pun ikut menjadi ikon pariwisata

    Read More
  • KEUNIKAN BALI

    KEUNIKAN BALI

    Bali memiliki sejuta keunikan, baik bentangan alam maupun budayanya. Salah satu keunikan yang paling kuat adalah corak budayanya yang melekat pada seluruh aspek kehidupan msyarakat Bali

    Read More

Sabtu, 10 Maret 2012

PURA GOA LAWAH

Pura Goa Lawah



PURA GOA LAWAH
Stana Dewa Maheswara,
Pusat ''Nyegara-Gunung''

     Perjalanan kita ke Klungkung kali ini akan mengunjungi salah satu tempat wisata di Bali dan dikenal juga sebagai pura yang bernilai sejarah, apalagi kalau bukan pura Goa Lawah. Lawah berarti kelelawar. Di Bali Pura Goa Lawah merupakan Pura untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Pura Goa Lawah di
Desa Pesinggahan Kecamatan Dawan, Klungkung inilah sebagai pusat Pura Segara (pura laut) di Bali untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Dalam Lontar Prekempa Gunung Agung diceritakan Dewa Siwa mengutus Sang Hyang Tri Murti untuk menyelamatkan bumi. Dewa Brahma turun menjelma menjadi Naga Ananta Bhoga. Dewa Wisnu menjelma sebagai Naga Basuki. Dewa Iswara menjadi Naga Taksaka. Naga Basuki penjelmaan Dewa Wisnu itu kepalanya ke laut menggerakan samudara agar menguap menajdi mendung. Ekornya menjadi gunung dan sisik ekornya menjadi pohon-pohonan yang lebat di hutan. Kepala Naga Basuki itulah yang disimbolkan dengan Pura Goa Lawah dan ekornya menjulang tinggi sebagai Gunung Agung. Pusat ekornya itu di Pura Goa Raja, salah satu pura di kompleks Pura Besakih. Karena itu pada zaman dahulu goa di Pura Goa Raja itu konon tembus sampai ke Pura Goa Lawah.
Karena ada gempa tahun 1917, goa itu menjadi tertutup.
      Keberadaan Pura Goa Lawah ini dinyatakan dalam beberapa lontar seperti Lontar Usana Bali dan juga Lontar Babad Pasek. Dalam Lontar tersebut dinyatakan Pura Goa Lawah itu dibangun atas inisiatif Mpu Kuturan pada abad ke XI Masehi dan kembali dipugar untuk diperluas pada abad ke XV Masehi.
Dalam Lontar Usana Bali dinyatakan bahwa Mpu Kuturan memiliki karya yang bernama ”Babading Dharma Wawu Anyeneng’ yang isinya menyatakan tentang pendirian beberapa Pura di Bali termasuk Pura Goa Lawah dan juga memuat tahun saka 929 atau tahun 107 Masehi. Umat Hindu di Bali umumnya melakukan Upacara Nyegara Gunung sebagai penutup upacara Atma Wedana atau disebut juga Nyekah, Memukur atau Maligia. Upacara ini berfungsi sebagai pemakluman secara ritual sakral bahwa atman keluarga yang diupacarai itu telah mencapai Dewa Pitara. Upacara Nyegara Gunung itu umumnya di lakukan di Pura Goa Lawah dan Pura Besakih salah satunya ke Pura Goa Raja.
Pura Besakih di lereng Gunung Agung dan Pura Goa Lawah di tepi laut adalah simbol lingga yoni dalam wujud alam. Lingga yoni ini adalah sebagai simbol untuk memuja Tuhan yang salah satu kemahakuasaannya mempertemukan unsur purusa dengan predana. Bertemunya purusa sebagai unsur spirit dengan predana sebagai unsur materi menyebabkan terjadinya penciptaan. Demikiankah Gunung Agung sebagai simbol purusa dan Goa Lawah sebagai simbol pradana. Hal ini untuk melukiskan proses alam di mana air laut menguap menjadi mendung dan mendung menjadi hujan. Hujan ditampung oleh gunung dengan hutannya yang lebat. Itulah proses alam yang dilukiskan oleh dua alam itu. Proses alam itu terjadi atas hukm Tuhan. Karena itulah di tepi laut di Desa Pesinggahan dirikan Pura Goa Lawah dan di Gunung Agung dirikan Pura Besakih dengan 18 kompleksnya yang utama. Di Pura itulah Tuhan dipuja guna memohon agar proses alam tersebut tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya. Karena dengan berjalannya proses itu alam ini tetap akan subur memberi kehidupan pada umat manusia.
Pujawali atau piodalan di Pura Goa Lawah ini untuk memuja Bhatara Tengahing Segara dan Sang Hyang Basuki dilakukan setiap Anggara Kasih Medangsia. Di jeroan (bagian dalam) Pura, tepatnya di mulut goa terdapat pelinggih Sanggar Agung sebagai pemujaan Sang Hyang Tunggal. Ada Meru Tumpang Tiga sebagai pesimpangan Bhatara Andakasa.
Ada Gedong Limasari sebagai Pelinggih Dewi Sri dan Gedong Limascatu sebagai Pelinggih Bhatara Wisnu. Dua pelinggih inilah sebagai pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Basuki dan Bhatara Tengahing Segara.

                           
                                            Membaca Pertanda Alam
      KEBERADAAN
 ribuan kelelawar berwarna hitam yang menghuni goa di Pura Goa Lawah, itu biasa. Namun, munculnya ular duwe di sela-sela bebatuan dan kelelawar berwarna putih, kuning dan brumbun, tampaknya memendam ribuan misteri yang sulit diungkapkan dengan akal sehat. Munculnya kelelawar, khususnya yang berwarna putih dan ular duwe, biasanya membawa wangsit (pesan) bahwa akan terjadi sesuatu yang menimpa alam, khususnya Bali.


    Kemunculannya merupakan pertanda akan adanya bencana atau kejadian-kejadian, seperti tanah longsor, gempa bumi, pembunuhan, gunung meletus, tsunami, bom dan lain-lain.
Hal itu sudah dibuktikan sejak zaman dulu. Sebagaimana dituturkan Jero Mangku Tirtawan, pemangku pura setempat. Dikatakannya, beberapa tahun lalu, begitu kelelawar putih muncul, berbagai kejadian terjadi, seperti pembunuhan di Klungkung, Karangasem, bunuh diri di berbagai daerah. Termasuk bom Bali, 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005 lalu. Bahkan bencana tsunami yang melanda Aceh, itu sudah diprediksi karena munculnya kelelawar putih.
Sebelumnya, ular duwe yang muncul sekilas di celah bebatuan, ditemukan mati tanpa sebab. Percaya atau tidak, pasca-matinya ular duwe tersebut, kemakmuran dan kesuburan alam juga makin terkikis. Dalam konsep Hindu, ular (naga) merupakan dasar bumi yang melilit kura-kura Benawang Nala sebagai sumber panas bumi. Dengan matinya ular tersebut secara mendadak tanpa sebab sebagai nyasa sumber kesuburan alam telah habis.
Beberapa bulannya lagi, masyarakat kembali dikejutkan dengan matinya ular duwe untuk kedua kalinya. Sebelum ular duwe tersebut mati ditandai dengan berjalan ke sana kemari dari pagi kemunculannya sampai siang hari. Tepat siang hari ular itu mati.
Jero Mangku Tirtawan saat itu mengaku was-was. Karena dia memprediksi bakal terjadi pergantian kepemimpinan secara mendadak. Tetapi kejadiannya malah lain. Saat itu terjadi pembunuhan di salah satu di Denpasar.
Sebelum dipralina ular duwe tersebut ditaruh di depan bale pesamuan sambil memohon petunjuk sulinggih untuk melaksanakan upacara pemralina ke segara. Ketika menjelang sore, persiapan upakara pemrelina sudah selesai ada seorang pemedek yang menghalangi pelaksanaan upacara dimaksud sebab menurutnya ular duwe tersebut akan mengeluarkan senjata. Ucapan orang tersebut memang benar pukul 23.00 Wita dari badan ular duwe tersebut keluar pamor. Pamor itu berubah menjadi senjata yang berbentuk dupa mecanggah. Ketika akan siap-siap nganyut ular duwe tersebut, muncul sinar biru mengelilingi Bale Pengaruman Utama Mandala Pura Goa Lawah, seiring hilangnya sinar hujan lebat mengguyur pelataran pura, lalu dilanjutkan dengan nganyut ular duwe ke segara. Pada malam tersebut pemedek berserta Sulinggih menghaturkan guru piduka dan pejati di tempat memrelina ular tersebut, tiba-tiba muncul sinar putih lalu sinar tersebut diam di depan sulinggih kemudian dibawa ke Pura. Setelah di Pura sinar tersebut berubah menjadi senjata berbentuk pasepan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar