Desa taro adalah sebuah desa dengan keindahan alam dan kehidupan masyarakatnya yang sangat khas. Alam yang asri, udara yang segar menebar pesona bagi siapa saja yang berkunjung ke wilayah ini. Dengan segala keunikannya, desa Taro telah menjadi salah satu tujuan wisata di pulau seribu pura ini. Dibalik geliat kehidupan pariwisata yang berkembang di desa Taro, tersimpan jejak peradaban manusia Bali.
Di tempat inilah, pijakan tentang nilai-nilai kebijaksanaan dicetuskan. Adalah Ida Maha Yogi Rsi Markandeya yang berperan penting dalam sejarah manusia Bali. Rsi Markendya bersama para pengikutnya membangun tatanan kehidupan baru. Hal ini berawal dari perjalanan Ida Mahayogi Rsi Markandeya yang mendapatkan wahyu dari Hyang Penguasa Alam ketika melakukan tapa yoga semadhi di Gunung Raung Jawa Timur. Dalam wahyu tersebut, Sang Maha Rsi diperintahkan untuk melakukan menyebarkan agama Hindu kearah timur yakni Bali Puline.
‘’wus puput sira ambabad, tumuli lemah ika ingaran lemah Sarwada. Sarwada ngaran. Salwir hyun aken ikang sira Maharsi Markyandya, ajnana ngaran kahyun, kahyun ngaran kayu, tahen naman ira waneh, taru ngaran taro……..”
Menurut Nyoman Tunjung Kelian Adat Desa Pekraman Taro Kaja selama berabad abad masyarakat Bali dengan tekun melaksanakan ajaran Mahayogi. Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri Desa Taro berperan penting dalam perkembangan manusia Bali yang bercorak agraris. Ditempat inilah awal mulanya dibangun sistem bercocok tanam dengan irigasi yang dikenal dengan Subak.
Sistem satuan hidup setempat pun dimulai, pola menetap dengan seperangkat aturan atau awig awig. Saat ini dikenal dengan istilah desa adat atau pekraman. unsur Desa Pekraman meliputi Palemahan, Pawongan dan Parhyangan. Kehidupan menetap yang ditunjang oleh Basis Agraris mampu memberi kesejahteraan bagi masyarakat desa Taro. Pawongan dan Palemahan menjadi tatatanan masyakat Bali dalam menjaga hubungan dengan sesamanya. Sementara Parhyangan yang dibangun Maha Yogi adalah Pura Agung Gunung Raung.
Dalam setiap upacara, lembu putih adalah sarana penting dan dipercaya sebagai satu kekuatan yang mampu memberikan energi positif terhadap berlangsungnya rangkaian upacara. Keyakinan bahwa lembu putih merupakan binatang suci milik dewa diiringi dengan perlakuan khusus terhadap binatang tersebut. Misalnya sikap sopan dan hormat, serta sejumlah pantangan untuk mempeker¬jakan, memperjualbelikan, mengkonsumsi daging ataupun susunya. Pelanggaran terhadap hal-hal tersebut diyakini dapat mendatangkan bencana bagi pelakunya.
Kahyangan Jagat Pura Gunung Raung berlokasi di desa Taro Kecamatan Tegalalang Gianyar, berjarak 25 kilometer dari Kota Gianyar atau sekitar 42 kilometer dari Kota Denpasar. Letak Pura Kahyangan ini diantara Dua buah Aliran sungai yaitu Sungai Wos Lanang atau disebut juga Wos Kangin atau Wos Timur, dan wos wadon di sisi barat yang disebut dengan Wos Kauh. Berdekatan dengan Kahyangan Jagat Pura Gunung Raung terdapat pula Pura Sang Hyang Tegal dan Pura Waturenggong di sebelah utara, Pura Sang Hyang Alang dan Sang Hyang Rau diselatan dan Pura Dalem Pingit di sebelah timur. Selain pura-pura besar ini, masih ada puluhan pura kecil lainnya disekitarnya. Seperti kawasan pedesaan pada umumnya, suasana disekitar Pura Kahyangan Jagat Gunung Raung sangat lestari. Disebelah selatan, utara dan timur pura terdapat pemukiman penduduk. Sementara di sebelah barat terdapat hutan Taro yang hingga kini masih dikeramatkan oleh masyarakat desa ini.
Pura Agung Gunung Raung mempunyai empat “pemedal” atau gapura, yang disebut dengan mapemedal meempat atau nyatur. Sementara pemedal yang terletak di barat mempunyai fungsi “pemargin” Ida Betara Sesuunan ring Gunung Raung. Disebutkan pada bagian selatan dan utara selain berfungsi “pemargin” Ida Betara Sesuunan ring Gunung Raung, juga dipergunakan sebagai jalan masuk para pemedek yang tangkil ke Pura Gunung Raung. Titi Ugal Agil atau disebut juga dengan Titi Gonggang posisinya berada di depan pemedal untuk pemedek.
Masyarakat sangat mempercayai, apabila ada yang mempunyai keinginan yang kurang baik terhadap Pura ini, energi negatif tersebut akan hilang apabila melintasi pemedal Titi Ugal Agil. Pemedal Agung berada di depan pura menghadap kearah timur. Pemedal ini sangat disucikan, karena merupakan pemargin Ida Sesuhunan di Pura Agung Gunung Raung. Secara turun temurun, masyarakat setempat tidak berani menggunakan perhiasan emas melewati pemedal ini. Selain itu, wanita yang hamil dan menyusui dilarang melewati pemedal ini. Pelinggih utama adalah Pejenengan Mageng Meru Tumpang Telu yang merupakan linggih Ida Betara Sakti Sesuhunan ring Gunung Raung.
Sebuah “Pejenengan Kul Kul “ yang terbuat dari tangkai bunga Pohon Selegui, berada di dekat pelinggih Bale Agung. Dalam setiap pujawali di Pura Agung Gunung Raung, Pejenengan Kul kul ini akan dibunyikan. Pelinggih Bale Agung berada di madya mandala, dengan 24 tiang penyangga. Pelinggih ini berfungsi sebagai tempat melaksanakan musyawarah mengenai kepentingan pura. Beberapa bagian dari material Bale Agung merupakan warisan Ida Maha Yogi Markandeya yang hingga kini tetap berdiri kokoh.
Atas prakarsa pengempon Pura Agung Gunung Raung, yakni desa Pekraman Taro secara bertahap telah melaksanakan perbaikan dan penataan di beberapa bagian Pura. Tahun 2010, keseluruhan Pelinggih termasuk tembok penyengker dan candi telah usai direnovasi. Selama beradad-abad, Pura Agung Gunung Raung tetap berdiri kokoh diatas tanah Bumi Sarwada-Taro, begitu pula yadnya yang pernah digelar di Pura ini. Pada tunggul Pura Agung Gunung Raung menyebutkan Raja Mengwi pernah melaksanakan karya pujawali yang sangat besar dengan melibatkan desa desa di seluruh Bali.
Dengan rampungnya renovasi pelinggih secara keseluruhan, adanya pembacaan tunggul dan prasasti, serta meningkatnya kesadaran umat beryadnya, maka sesuai dengan Paruman Agung Pura Gunung Raung, Pada sasih Kedasa 2011, tepatnya hari rabu wuku Ugu akan dilaksanakan Karya Agung Panca Bali Krama Penyegjeg Jagat. Selaku Yajamana karya adalah Ida Pedanda Geria Aan Klungkung.
Karya Agung Panca Wali Krama Penyegjeg Jagat yang dilaksanakan di Pura Agung Gunung Raung Desa Pekraman Taro Kaja, tujuannya sebagai wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan menghaturkan persembahan dengan iklas. Kahyangan Jagat Pura Agung Gunung Raung/ menjadi saksi sejarah perjalanan kehidupan di Bali. Ketekunan tetua Bali jaman dahulu dengan menanamkan nilai nilai luhur patut diteladani. Semoga dari Desa Taro, dengan pelaksanaan Karya Agung Panca Wali Krama Penyegjeg Jagat dapat menerangi setiap umat manusia, turut menjaga Jagat Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar